blog-indonesia.com

Rabu, 31 Maret 2010

Pembuat Api



Alat Pembuat Api Jaman Dahulu


Orang-orang sederhana atau primitip sekalipun pada jaman dahulu sekali memerlukan api. Akan tetapi pada waktu itu tidak ada alat pembuat api seperti sekarang dari yang sangat sederhana (korek api) sampai ke pemantik api yang canggih-canggih. Untuk membuat api orang dahulu harus mengesek-gesekkan dua potong kayu atau bambu yang sudah sangat kering dalam arah melitang satu sama lain seperti sedang mengasah bedog, Istilahnya piruha atau miruha. Cara ini mungkin ter-inspirasi dari pengalaman, yaitu kebiasaan alamiah bila kita kedinginan, tanpa sadar kita itu suka mengosok-gosokkan telapak tangan ke badan kita. Untuk mebuat api itu dibutuhkan waktu beberapa menit. Orang Aborigin dahulu membuat api dengan memilin-milin potongan ranting kayu kering dengan kedua telapak tangannya sambil ditekankan kuat-kuat salah satu ujung kayu itu pada kayu lain.



Alat pembuat api yang lebih canggih pada waktu itu adalah alat yang ditemukan di kepulauan Polynesia, yaitu “bor api” (gambar samping). Alat itu terdiri dari “busur”, sepotong batang kayu berbentuk pinsil, sepotong kayu pipih sebagai alas dengan taburan bubuk kayu kering atau rumput kering (rabuk atau kawul) dan sepotong kayu untuk menekan kuat-kuat kebawah pada ujung atas batang kayu yang berbentuk pinsil itu. Untuk membuat api tali busur itu dililitkan ke batang kayu berbentuk pinsil itu. Dengan menekan bagian atas kayu berbentuk pinsil kuat-kuat dengan kayu penekan, busur itu digerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan dengan cepat, sehingga batang “pinsil “ itu berputar-putar bolak-balik. Maka antara ujung “pinsil” dengan landasan kayu itu akan timbul panas dan menyulut rabuk kayu atau rumput kering yang ada diantara ujung pinsil dan landasan kayu itu.

Alat lain yang lebih canggih adalah yang ditemukan di kepulauan Asia Tenggara dan di kepulauan Indonesia (Kalimantan). Alat itu dasarnya adalah bila sejumlah gas (termasuk udara) dimampatkan dengan cepat sehingga volumenya jadi sngat kecil, maka suhunya akan naik. Bila dalam ruang itu terdapat rabuk atau kawul, maka ia akan tersulut oleh suhu udara yang mendadak panas itu dan akan terbakar.. (Kawul itu terdapat pada kulit pohon enau atau kawung dan setelah dikeringkan menjadi bahan yang sangat mudah menyala)

Yang sangat mengherankan dalam pembuatan alat itu ialah bagaimana mereka yang masih primitip itu tahu akan sifat ini. Selain dari pada itu bagaimana mereka bisa membuat lubang kecil yang panjang (bentuk silinder) pada kayu itu dan juga toraknya (pistonnya) yang pas benar, sehingga bila torak digeserkan ke bawah untuk memperkecil ruangan, udara di bawah torak tidak ada yang keluar. Perlu diingat bahwa pada saat itu, peralatan yang memadai untuk membuatnya, seperti gergaji. alat bor dan lain-lainnya belum ada.

Cara kerja membuat api itu adalah sebagai berikut. Kawul dimasukkan ke dalam silinder atau ditempelkan pada ujung bawah torak. Kemudian torak dimasukkan ke dalam silinder dan ditekan perlahan-lahan ke bawah untuk memperkecil volume udara yang ada di bawah torak. Setelah itu kepala torak (ujung atas torak) dipukul dengan kuat ke bawah. Volume udara dalam silinder dibawah torak akan mampat dan menjadi panas dan menyulut kawul.

Ada juga alat pembuat api yang disebut panékér yang terdapat di daerah Jawa Barat pada masa sudah mengenal besi. Panékér ini terdiri dari besi baja yang ditempelkan pada sebuah kantung kulit sebagai tempat menyimpan batu api dan kawul. Ukurannya kecil dan dapat digenggam oleh tangan. Untuk membuat api, kawul dan batu api itu dijepit telunjuk dan ibu jari tangan kiri dan tangan kanan menggenggam panékér pada kantong kulitnya, Kemudian tangan kanan memantikkan besi baja panékér itu dengan pukulan yang agak keras pada sisi batu api. Akan terjadi percikan api yang menyulut kawul. (Pengisap rokok atau pengisap padudan waktu itu selalu mengantongi panékér ini.) Itulah pembuat api jadul


( Disadur dari Albert J Read: “Physics : A Descriptive Analysis” )