blog-indonesia.com

Selasa, 21 September 2010

Pelopor Rekaman Suara

Pelopor Perekaman Suara
Seorang cucu yang baru belajar main gitar merengek-rengek pada kakeknya untuk merekam permainan gitarnya.Dengan terbungkuk-bungkuk dan agak cingked sang Kakek mengambil mikrofon dan memasangkannya pada taperecorder. Dan mulailah si cucu bermain gitar. Setelah selesai dan rekamannya diputar kembali maka bergembiralah seluruh isi rumah mendengarkan permainan gitar sang cucu tercinta itu. Begitu mudah merekam dan mendengarkan rekamannya itu.

Anda sering melihat pada televisi seorang gadis yang telinganya ditutupi earphone bernyanyi didepan mikrofon di dalam kamar berkaca sedang dikamar depannya beberapa orang sibuk mengatur peralatan elektronik agar rekamannya itu berhasil baik. Merekam suara itu sekarang bukan hal yang luar biasa lagi. Tapi tahukah Anda orang yang berjasa dalam merintis merekam suara itu? Ia bukan seorang sarjana akan tetapi seorang peneliti dan pekerja yang tekun. Ia adalah Thomas Alva Edison (11 Februari 1847 - 18 Oktober 1931). Ia telah menemukan kurang lebih 1200 (seribu dua ratus) penemuan, diantaranya: telegraf otomatik, lampu pijar, fonograf, generator, kereta elektrik, gambar hidup, baterai alkali dan banyak lagi. Untuk penemuannya itu ia mempunyai slogan bahwa hasilnya itu adalah karena 2% inspirasi dan 98% transpirasi (hasil kerja keras}.
Diantara penemuannya itu adalah merekam dan mengembalikan suara.
Secara kebetulan waktu ia berbicara di depan mulut corong-suara tangannya (jarinya) merasakan ada geteran pada membran yang terdapat di ujung corong itu. Untuk suara yang berbeda getarannyapun terasa berbeda pula. Ia berfikir kalau demikian mestinya tiap suara memiliki geterannya sendiri. Kalau getaran itu bisa di kembalikan (dibangkitkan) apakah akan terjadi suara? Ia mulai berfikir bagaimana caranya “mencetak” getaran suara itu untuk kemudian bisa dikembalikan menjadi suara lagi. Kemudian ia melakukan percobaan-percobaan.
Ia menempatkan jarum pada membran corong suara itu dan diletakkan pada selembar kertas timah. Sambil berbicara di depan corong kertas timah itu ia tarik perlahan-lahan. Dengan demikian jarum itu akan menusuk-nusuk kertas timah yang berjalan, dengan gerakan yang sesuai dengan getaran yang ditimbukan suara. Maka pada kertas timah tejadilah alur getaran suara. Waktu jarum itu digerakkan kembali dari awal alur sampai ujung alur maka benarlah terdengar kembali suara yang telah diucapkan itu. Dengan melakukan percobaan berulang-ulang akhirnya ia sampai kepada pembuatan alat yang ia sebut phonograph (bahasa latin yang berarti tulisan suara).
Alat itu terdiri dari silinder yang dililiti kertas timah dengan sebuah corong suara yang diujungnya terdapat membran yang dilengkapi jarum dan diletakkan di atas kertas timah itu. Sambil berbicara di depan corongsuara silinder itu di putar perlahan-lahan dengan tangan. Maka setelah selesai berbicara maka akan terlihat alur jarum pada kertas timah, yaitu tulisan suara yang diucapkan didepan corong itu. Bila kemudian jarum itu diletakkan kembali pada awal alur dan silinder diputar perlahan-lahan maka suara itu akan terdengan kembali. Inilah alat perekam suara pertama.
Pada foto seorang penyanyi (primadona Marie Hyppolyte Rozie) sedang merekam sebuah aria (nyamyian tunggal) pada kertas timah yang dililitkan pada sebuah silinder. Ia menyanyi sambil memutarkan silinder itu. Pada pemutaran kembali suaranya itu akan terdengar dan karena pemutarannya itu dilakukan dengan tangan, maka suara yang akan terdengar itu akan tergantung pada kecepatan memutarkannya. Bila pemutarannya lambat akan terdengan suara yang redup dan bila pemutarannya cepat suaranya akan terdengar nyaring melengking.



Gambar di atas itu adalah fonograf yang lebih baik tapi masih sangat sederhana dan yang disampingnya adalah alat yang disebut gramophone ciptaan Emile Berliner. Ia mengganti bentuk silinder dengan kertas-timahnya dengan bentuk piring.




Fonograf Edison His Master Voice

Sekarang perekaman maupun penyiaran suara sudah sangat canggih, terutama dengan menggunakan alat-alat elektronik. Akan tetapi secanggih apapun alat perekaman dan penyiaran suara , bila tidak ada pelopornya yang canggih itu tidak akan terjadi.


Alat Perekam Pita
Kalau Edison dahulu dengan fonografnya merekam suara atau bunyi menggunakan kertas timah, maka kita sekarang menggunakan pita maknetik pada alat perekam-suara elektrik seperti taperecorder. Dengan menggunakan alat ini bila kita berbicara di depan mikrofon, getaran-getaran suara diubah menjadi arus elektrik dan mengubah tenaga magnetik dari kepala-perekam (istilah umumnya: “head”). Oleh head ini, perubahan itu dialihkan kepada pita magnetik yaitu pada saat pita itu bergerak melewatinya. Fungsi head terhadap pita maknetik disini seperti fungsi jarum fonograf Edison pada kertas timah.
Untuk mendengarkan hasil rekaman itu, pita maknetik itu kita putar kembali dan saat ia melewati “head”, besar arus listrik semula disalurkan ke pengeras-suara (loudspeaker) dan menghasikan bunyi yang telah kita rekam itu


Bibliografi: 1. Life Science Library: Sound And Hearing
2 Orrin E Dunlap Jr.: Radio. 100 Gtoote Baanbrekers.
3. Dr. F. Houk Law.: Bouwmeester Der Beschaving

Sabtu, 18 September 2010

Si Kabayan Berpuasa

Si Kabayan Berpuasa

Pada bulan puasa di Kabayan juga ikut berpuasa. Ia bertanya pada seorang kiai.
Kabayan: “Pak Kiai kalau sedang puasa saya kelupaan makan sesuatu, apakah batal puasanya?”
Pak Kiai: “Oh kalau kelupaan mencicipi sesuatu mah tidak batal. Puasanya bisa diteruskan”
Sejak itu dalam bulan puasa ia ikut puasa, akan tetapi kemanapun ia pergi ia selalu membawa bungkusan nasi. Waktu ada yang bertanya”
“Kabayan berpuasa tidak?”
Ia menjawab: “Ya berpuasa”
Tanya: “Mengapa membawa bungkus nasi?”:
Ia menjawab: “Bisi poho “: ( Kalau-kalau lupa )
:
Maksudnya. Kalau tidak bawa nasi saat ia lupa ia tidak bisa makan apa-apa. Dasar ahli makan.

Rabu, 01 September 2010

Salah Kaprah

Salah Kaprah

Minal‘aidin wal faizin
Mohon maaf lahir-batin

Menjelang Lebaran orang orang sudah ramai berkiriman surat dengan tulisan “Minal ‘aidin wal faizin” disambung dengan “Mohon maaf lahir batin”. Demikian pula pada hari Lebaran dan beberapa hari sesudahnya orang-orang saling menyapa dengan ucapan itu sambil bersalaman. Sedemikian kentalnya kedua ucapan itu sehingga orang beranggapan bahwa arti “minal aidin wal faiizin” itu sama dengan “mohon maaf lahir batin”. Ini sama sekali tidak benar.

Arti minal ‘aidin wal faizin:
Minal ‘aidin = termasuk orang yang merayakan Hari Raya
Wal faizin = dan orang-orang yang berhasil (menang)
Jadi “Minal ‘aidin wal Faiizin” berarti “termasuk orang-orang yang bisa merayakan Hari Raya (Id) dan orang-orang yang berhasil (menang)”
Jika hanya ini yang kita ucapkan rasanya tidak tepat, tidak berujung-pangkal. Ucapan ini seharusnya didahului oleh: “Ja’alanallahu wa iyyakum” yang artinya “semoga Allah menjadikan kami dan kalian”, kemudian baru disambung dengan “minal ‘aidin wal faizin”. Maka ucapan seluruhnya menjadi:
“Ja’alanallahu wa iyyakum minal ‘aidin wal faizin”.
“Semoga Allah menjadikan kami dan kalian termasuk orang-orang yang bisa merayakan Hari Raya (Id) dan orang-orang yang berhasil (menang)”

Ucapan yang lebih baik pada teman kita saat berlebaran pada hari Raya (Id) itu ialah: “Takobbalalloohu minnaa wa mingkum, syiyaa manaa wa syiyaa makum” yang artinya: “Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian syaum kami dan syaum kalian” dan boleh disambung dengan : “Mohn maaf lahir bathin”, karena kalau ini tidak diucapkan rasanya kurang sreg, terasa dosa kita saabreg tidak cair.
Arti ‘Idul Fitri sendiri adalah: Id artinya “hari raya atau merayakan”, dan Fitri artinya “berbuka puasa”. Jadi idul fitri adalah “Hari raya berbuka puasa”

Maaf memaafkan.
Saling maaf-memaafkan sebaiknya dilakukan menjelang puasa, yaitu membersihkan diri menghadapi bulan puasa. Di kampung-kampung membersihkan diri sebelum masuk bulan puasa dilakukan kaum wanita secara salah kaprah.. Mereka secara perorangan atau rame-rame mandi dan “diangir atau kuramas”. Mereka itu jadinya membersihkan badan, padahal yang seharusnya itu membersihkan diri dari dosa-dosa terhadap sesama teman sebelum melaksanakan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan

(Acuan: “BUKU TUNTUNAN SHAUM DAN ZAKAT” diterbitkan oleh Muhammadiyah cabang Bandung)